Langsung ke konten utama

Perasaan (diam-diam) saya untuk Suami

Setiap kali duduk bersama dan tekun menghadap laptop masing-masing, seringkali saya mencuri moment untuk melirik suami saya. Matanya tajam hanya melihat layar monitor tanpa melihat keyboard laptop. 
Suami saya memang jagonya konsentrasi jika sudah tentang kerjaannya. Mata yang tajam menatap laptop sekali-kali menghela nafas dan sekali-kali menerawang melihat anak kami yang konsentrasi juga (nonton kartun).

Saya akui suami saya adalah salah satu orang tertekun di dunia (bagi saya).
Bagaimana tidak, usaha yang kami tekuni adalah setara level PIRT dengan banyak Industri besar sebagai pesaing kami. Naik turunnya income keluarga kami adalah hal biasa, membuat saya juga terbiasa menghadapi situasi.

Setiap menghadapi krisis persaingan, saya sangat salut dengan suami saya. Baginya yang terpenting adalah "Bertahan" (meksi didera kurugian), mungkin bagi suami saya "badai tidak akan berlangsung lama, selalu akan berakhir" (meski menurut saya badai akan tetap datang lagi dengan pola yang sama ) itulah hidup. tidak ada badai maka kita tidak teruji dan menjadi lebih baik).


Banyak kesan mendalam yang membekas di hati tentang perjuangan suami saya. Sejak kami berkenalan, yang saya kenal hanyalah perjuangan suami saya.

Lucunya perjuangan suami saya jarang sekali diperuntukkan untuk dirinya. Baginya yang penting adalah saya dan anak2 saya berkecukupan. Laptopnya adalah bekas laptop milik saya, sedangkan laptop saya selalu up-tudate. HP nya bisa dikatakan terlalu jadul untuk dimiliki oleh seorang "Bos", sedangkan saya adalah sebaliknya. Beli baju baru hanya pas lebaran saja .. sisanya adalah baju-baju jaman dulu (waktu kuliah). Celana yang dipakai adalah celana bekas bapak mertua saya.

Pernah saya sampai emosi karena dilarang membeli celana untuk suami (dirinya sendiri), setelah melihat banyak lubang bekas rokok di celana yang dipakainya. Baru setelah saya alasan, kalo ke masjid pakai celana yang bagus, jangan pakai yang lubang meski kecil (tapi banyak), akhirnya suami menyerah, meski akhirnya saya menyerah juga untuk beli celana suami cukup di pasar saja dengan harga yang sangat terjangkau.

Kadang miris merasakannya, tapi (kata suami saya) "ayah lebih sedih kalo bunda ndak bahagia". Padahal bahagia bagi saya adalah melihat suami saya semakin dewasa menghadapi masalah, dan layak sandang papan dengan menikmati jerih payahnya.

Bagaimanan pun juga, suami saya adalah seorang motivator (yang dia sendiri tidak sadari), suami saya adalah entrepenur sejati (dengan banyaknya cobaan beruntun), seorang yang tekun (selalu melihat hal baik dalam setiap hal). pertimbangan baik dan buruk selalu dicerna baik-baik.

Sedemikian saja, tulisan diatas hanya untuk menumpahkan perasaan bangga saya (yang diam-diam) terhadap suami saya.
Semoga senantiasa dalam perlindungan Allah SWT.

Komentar

Perasaan diam-diam?, gmn kalo gk diam hehehe keren tulisannya :)

Postingan populer dari blog ini

Pindah PNS (Sebelum Waktu-nya)

Kantor Akhir 2007 saya diterima kerja sebagai Calon PNS BPOM. Apa itu BPOM ? (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Dulunya adalah Direktorat Jendal dari Departemen Kesehatan, Mirip Bea Cukai yang masih Direktorat Jendralnya Departemen Keuangan. Saya langsung kerja awal tahun 2008, boyongan dari Mataram-NTB ke Jakarta, karena saya ditempatkan di BPOM (Pusat), tepatnya di Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan. Disini saya adalah komputer di sarang Apoteker ^ ^. Keseharian saya mengatur data tentang perusahaan Obat dan Makanan serta kerjaan Administratif lainnya. Bagaimana Awalnya? Suami adalah seorang wiraswata, tentunya ada maju dan mundur, jatuh dan bangun. Karena wiraswasta, jadi lebih fleksibel untuk mengikuti saya pindah kerja. Awalnya okay-okay saja, lalu sampai pada titik "kita tidak cocok tinggal di Jakarta". Dengan pertimbangan ingin berbakti kepada Orang Tua suami (secara suami anak pertama), akhirnya suami ngelamar dan diterima kerja sebagai PNS juga di Mataram. ...

Pilihan ...

  Malam itu ... hujan deras sedari jam 7 malam. Sempat berhenti sejenak sesudah adzan magrib. Sesudah sholat, mengayuh sepeda ke tempat les persiapan ujian EBTANAS SMA. Pak Eko, guru yang memiliki keterbatasan fisik, tapi tidak dengan otak, visi, keteguhan, kesabarannya. Hujan masih deras menghantam genting rumah pak Eko. Hampir menujukkan pukul 10 malam. "Duh, bisa marah besar pulang selarut ini". "Pak saya pamit ya, takut Bapak marah saya pulang kemalaman". "Telfon saja, masih hujan ini". "Ndak apa2 pak, sekalian mandi" "Duluan yak, Assalamualaikum...". Mengambil sepeda, menerobos hujan super lebat. Jalanan super sepi, duet angin menderu dan irama hujan sempat membuat merinding. Jujur, takut juga. Terpikir besok ganti jam les, karena musim hujan, takut terulang lagi seperti ini. Menerobos malam adalah hal biasa, tapi kombinasi hujan dengan angin menderu, rasanya tak mampu. Daya pandang yang terbatas, jalan sepi. Takut. Ditambah ada pe...

“Berhemat dengan Legundi di Hari Raya – Bunda Bahagia, Anak tetap Senang”

Keputusan pulkam Lebaran ke Malang tahun ini memang terkesan mendadak. Diantara kerinduan pulkam karena setahun sebelumnya belum diberikan kesempatan serta perhitungan budget untuk renovasi rumah, akhirnya sepakat menggunakan KMP Legundi. Malam Selasa langsung memutuskan pulkam ke Jawa setelah membaca berita di website koran lokal bahwa ada keberangkatan kapal Legundi di hari Rabu esoknya. Sebelumnya berencana naik pesawat di hari H Lebaran dan berdiskusi tentang kemungkinan balik Mataram naik kapal bersama anak semata wayang - Oza.   Oza sendiri antusias mendengar liburan menggunakan kapal laut. Selain alasan “baru pertama kali”, Oza merasa lebih aman karena bekal kemampuan renang yang dikuasainya. Mengertilah maksud saya …^^ Alhasil packing barangpun mendadak, dimulai malam jam 11 sampai menjelang dini hari. Tak lupa mencari tambahan informasi dari internet khusunya di http://www.indonesiaferry.co.id    tentang reservasi tiket KMP Legundi. Perasaan was-was lum...